Tentang Harapan, Luka, dan Keikhlasan
Ada masanya dalam hidup ini aku belajar satu hal yang paling berat
Jangan terlalu banyak berharap kepada manusia
Rasanya klise, kan? Kalimat yang sering terdengar di mana-mana, tapi entah kenapa tetap menampar keras saat kita mengalaminya sendiri.
Aku pernah menggantungkan harapan yang begitu tinggi pada seseorang. Orang yang saat itu aku pikir adalah jawaban atas segala doa dan tanda cinta yang Allah titipkan untukku. Tapi ternyata, harapan itu justru menjadi akar dari semua rasa sakit yang aku rasakan sampai hari ini.
Setiap kali aku mendengarkan lagu "About You" dari The 1975, rasanya seperti semua kenangan itu menyeruak lagi. Liriknya menggambarkan rasa yang masih tertinggal, meskipun aku tahu aku harus melepaskannya.
"Do you think I have forgotten? About you?"
Lirik itu seperti memutar ulang memori tentang luka yang aku coba kubur dalam-dalam. Aku memang berusaha untuk menerima dan melupakan, tapi pada kenyataannya, aku belum sepenuhnya berhasil. Terkadang, aku masih relapse. Masih teringat bagaimana aku pernah begitu percaya, begitu berharap, hanya untuk akhirnya merasa dikhianati oleh kenyataan.
Harapan itu adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberimu semangat dan impian. Tapi di sisi lain, ketika harapan itu tidak terpenuhi, ia menjadi belati yang menghujam dadamu tanpa ampun.
Aku pernah berpikir, untuk tidak memaafkan. Rasanya sulit, bahkan mustahil untuk memaafkan seseorang yang menurutku telah mendzolimi hatiku. Aku menyimpan amarah dan kecewa begitu lama, seolah-olah itu adalah perisai yang bisa melindungiku dari rasa sakit lebih lanjut.
Tapi kemudian aku sadar, menyimpan rasa sakit itu justru melukai diriku sendiri lebih dalam. Amarah dan dendam adalah beban yang tak terlihat, tapi begitu berat. Dan bukankah Allah SWT. menjanjikan surga seluas langit dan bumi bagi mereka yang mau memaafkan?
Firman-Nya dalam Surah Ali'Imran ayat 133-134 yang berbunyi:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan."
Ayat ini adalah tamparan sekaligus pengingat yang indah. Aku tahu, memaafkan bukan berarti melupakan, dan memaafkan bukan berarti semua luka itu tiba-tiba sembuh. Tapi memaafkan adalah langkah awal untuk melepaskan beban yang selama ini aku bawa.
Aku belajar, manusia itu lemah. Sebaik apa pun mereka, sehebat apa pun janjinya, mereka tetap makhluk yang terbatas. Hanya Allah yang tidak pernah mengecewakan, hanya Allah yang selalu memenuhi janji-Nya.
Lagu "About You" sering membuatku merenung. Bagaimana aku dulu menggantungkan seluruh harapanku pada seseorang, padahal seharusnya harapan itu aku letakkan pada Allah. Aku lupa bahwa manusia bisa berubah, bahwa manusia bisa hilang, tapi Allah selalu ada.
"You think I have forgotten
About you..."
Tidak, aku belum sepenuhnya melupakan. Tapi aku perlahan belajar bahwa melupakan bukanlah tujuan utama. Tujuannya adalah ikhlas.
Ikhlas menerima bahwa apa yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya, dan rencana-Nya selalu yang terbaik meskipun aku belum mengerti sekarang.
Ikhlas bukan sesuatu yang bisa didapat dalam semalam. Ia adalah perjalanan yang panjang, penuh dengan jatuh bangun. Ada hari-hari di mana aku merasa damai, merasa bisa menerima semuanya. Tapi ada juga hari-hari di mana aku kembali tenggelam dalam kenangan dan rasa sakit.
Namun, aku percaya, setiap relapse adalah bagian dari proses penyembuhan. Setiap kali aku jatuh, aku belajar untuk bangkit lagi, sedikit lebih kuat dari sebelumnya. Dan setiap kali aku mencoba memaafkan, meskipun sulit, aku tahu aku sedang mendekatkan diri pada surga yang Allah janjikan.
Untukmu yang pernah melukai, aku mencoba memaafkanmu. Bukan karena kamu layak dimaafkan, tapi karena aku ingin melepaskan diriku dari rasa sakit ini. Aku ingin bebas, dan memaafkan adalah kuncinya.
Dan untuk diriku sendiri, aku ingin berkata
"Terima kasih sudah bertahan sejauh ini. Kamu mungkin belum sempurna, tapi kamu sedang berproses. Dan itu sudah lebih dari cukup"
Kini, aku mencoba menggantungkan harapanku hanya kepada Allah. Aku tahu, Dia adalah satu-satunya yang tidak akan pernah mengecewakanku.
Aku belajar bahwa hidup tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Terkadang, apa yang kita pikir baik ternyata bukan yang terbaik untuk kita. Dan terkadang, apa yang kita anggap sebagai akhir dari segalanya, justru adalah awal dari sesuatu yang lebih indah.
Jadi, jika kamu sedang berasa dalam fase yang sama, izinkan aku mengatakan ini
Kamu tidak sendiri. Kita semua sedang berjuang, sedang belajar melepaskan harapan yang salah, dan sedang mencoba menemukan makna dari setiap luka.
Dan seperti firman Allah dalam Surah Al-Insyirah ayat 5-6:
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.'
Percayalah, kemudahan itu akan datang. Pada waktunya.
Komentar
Posting Komentar